Menteri PAN-RB Azwar Abubakar menuturkan, seluruh peserta ujian CPNS tidak boleh meremehkan soal yang akan diujikan. ”Khusus pelamar kelompok tenaga honorer kategori II (K2) juga diminta tidak meremehkan,” katanya. Azwar menuturkan, scoring atau penilaian hasil ujian pelamar honorer itu tetap dari soal ujian yang dikerjakan. Bukan dari lama mereka mengabdi sebagai tenaga honorer.
”Kami berupaya benar-benar menyaring tenagahonorer K2 berdasarkan kualitas kompetensinya,” ujar Azwar. Saat ini Kemen PAN-RB memperkirakan jumlah tenaga honorer K2 di seluruh instansi mencapai 500 ribu orang lebih.
Tetapi untuk tahun ini, kuota pengangkatannya hanya sekitar sepertiganya atau 150 ribu formasi.
Azwar berharap tenaga honorer mempersiapkan diri menghadapi ujian sejak dini. Dia mengatakan pengalaman tahun lalu banyak sekali soal-soal ujian yang mengecoh peserta ujian. Sehingga para peserta ujian TKD mendapatkan nilai di bawah ambang batas atau passing grade kelulusan. Materi ujian tulis TKD yang akan diujikan terdiri dari wawasan kebangsaan, intelegensia umum, dan karakteristik pribadi. “Semua kategori soal ujian itu harus dipelajari,” katanya.
Saat ini muncul tudingan bahwa pemerintah sengaja mempersulit pengangkatan tenaga honorer K2. Pengangkatan ini berbeda jauh dengan tenaga honorer kategori I yang diangkat langsung menjadi CPNS tanpa tes. Tetapi Azwar menampiknya. Dia menyebut skema pengangkatan honorer K2 dengan ujian tulis ini sudah seadil-adilnya.
”Siapa yang berhak ya diangkat menjadi CPNS. Tetapi yang tidak, ya tidak diangkat,” katanya. Keputusan pengangkatan melalui ujian tulis itu diambil karena jumlah tenaga honorer K2 sangat banyak. Kondisi itu terjadi karena instansi selama ini seenaknya merekrut pegawai tanpa melalui prosedur rekrutmen CPNS resmi.
Khusus Pemprov Sumbar tahun ini, jumlah tenaga honorer mengikuti ujian 92 orang, terdiri dari 86 orang kategori K2, dan 6 orang K1. Tenaga honorer ini wajib mengikuti dua tes, yakni Tes Kemampuan Dasar (TKD) dan Tes Kemampuan Bidang (TKB) menggunakan sistem CAT. Saat ini Pemprov Sumbar sudah mulai mendistribusikan nomor ujian kepada peserta ujian.
Sedangkan jalur pelamar umum, Pemprov Sumbar merekrut 193 orang, Kepulauan Mentawai 141 orang, Solok Selatan 100 orang, Padangpanjang 50 orang, Pasaman 40 orang, Sawahlunto 50 orang, dan Dharmasraya 50 orang. Di mana, Pemkab Dharmasraya dan Pemko Sawahluto juga menggunakan sistem CAT. Sedangkan honorer K2 di empat kota lainnya, menggunakan sistem LJK.
Rekrutmen Dosen PTS Disoal
Di sisi lain, sistem penetapan dosen tetap di kampus swasta disoal. Pengelola kampus swasta mengeluhkan sistem rekrutmen dosen tetap yang kian rumit. Kondisi ini dikhawatirkan bisa berdampak pada kualitas pembelajaran di kampus swasta.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid menuturkan, rekrutmen dosen tetap di kampus swasta sangat dilematis. “Di antaranya adalah pembatasan usia, terutama untuk guru besar,” kata dia kemarin. Sehingga saat ini kecenderungannya kampus swasta merekrut dosen-dosen pensiunan PNS. Dari segi regenerasi, sistem ini tentu tidak baik.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) itu menuturkan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud supaya meninjau kembali kebijakan penetapan dosen tetap di kampus swasta. “Khususnya tidak membatasi usia dosen yang masih produktif,” katanya. Selain itu juga tidak mencabut nomor induk dosen nasional (NIDN) bagi yang diangkat menjadi dosen tetap kampus swasta.
Kampus swasta berharap Kemendikbud bisa memberikan peraturan pengangkatan dosen tetap yang lebih longgar. Edy mengatakan, aturan-aturan yang diterbitkan pemerintah jangan sampai menimbulkan rasa diskriminasi dengan kampus negeri. Saat ini diatur bahwa rekrutmen guru tetap di PTS maksimal berusia 50 tahun. Dengan kondisi itu, banyak guru besar yang masih aktif menjadi dosen di kampus negeri.
Edy menegaskan ketentuan tentang pengangkatan dosen tetap di PTS merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan tata kelola pendidikan tinggi. Dia menuturkan pada periode Kemendikbud saat ini (2009-2014), banyak dikeluarkan surat edaran (SE) Dirjen Dikti tentang pengelolaan perguruan tinggi yang sifatnya mengatur.
”Kondisi ini menunjukkan adanya kesemrawutan tertib hukum pada Kemendikbud,” kata dia. Banyaknya SE yang bersifat mengatur itu menunjukkan pemerintah tidak siap menerbitkan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen) yang lebih operasional. Edy mengatakan penerbitan SE Dirjen Dikti sering kali terkesan melemahkan manajemen di PTS.
Edy mengatakan jajaran PTS lebih suka jika Kemendikbud mengeluarkan PP atau Permen yang mengedepankan aspek pembinaan dan pengawasan. “Bukan aspek regulasi yang sangat memberatkan dan memaksakan kehendak secara sepihak (dari pemerintah) dan terkesan melemahkan PTS,” tandasnya.
Sumber : http://www.pengumumancpns.com/